Jumat, 18 Maret 2011

Pondok Pesantren Sunan Drajat

Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar memiliki nilai historis yang amat panjang karena keberadaan pesantren ini tak lepas dari nama yang disandangnya yakni, Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah julukan dari Raden Qosim putra kedua Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (Putri Adipati Tuban Arya Teja). Beliau juga memiliki nama Syarifuddin atau Ma’unat. Perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar dimulai tatkala beliau diutus ayahandanya untuk membantu perjuangan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu guna mengembangkan syiar Islam di daerah pesisir pantai utara (Kabupaten Lamongan) saat ini.

Syahdan, pada tahun 1440-an ada seorang pelaut muslim asal Banjar
yang mengalami musibah di pesisir pantai utara, kapal yang ditumpanginya pecah terbentur karang dan karam di laut. Adapun Sang Pelaut Banjar terdampar di tepian pantai Jelaq dan ditolong oleh Mbah Mayang Madu penguasa kampung Jelaq pada saat itu.
Melihat kondisi masyarkat Jelaq yang telah terseret sedemikian jauh dalam kesesatan, Sang Pelaut muslim itu pun terketuk hatinya untuk menegakkan sendi-sendi agama Allah. Beliau pun mulai berdakwah dan mensyiarkan ajaran Islam kepada penduduk Jelaq dan sekitarnya. Lambat-laun perjuangan Sang Pelaut yang kemudian hari lebih dikenal dengan Mbah Banjar, mulai membuahkan hasil. Apa lagi bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu pun turut menyatakan diri masuk Islam dan menjadi penyokong utama perjuangan Mbah Banjar.

Pada suatu hari, Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu berkeinginan untuk mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama agar syiar Islam semakin berkembang, namun mereka menemui kendala dikarenakan masih kurangnya tenaga edukatif yang mumpuni di bidang ilmu diniyah. Akhirnya mereka pun sepakat untuk sowan menghadap Kanjeng Sunan Ampel di Ampeldenta Surabaya.Gayung pun bersambut Kanjeng Sunan Ampel memberikan restu dengan mengutus putranya Raden Qosim untuk turut serta membantu perjuangan kedua tokoh tersebut. Akhirnya Raden Qosim mendirikan Pondok Pesantren di suatu petak tanah yang terletak di areal Pondok Pesantren putri Sunan Drajat saat ini. Beliau pun mengatakan bahwa barang
siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat luhur. Karena do’a Raden Qosim inilah para pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat beliau dan Raden Qosim pun mendapat gelar Sunan Drajat. Sementara itu untuk mengenang perjuangan Mbah Banjar, maka dusun yang sebelumnya bernama kampung Jelaq, dirubah namanya menjadi Banjaranyar untuk mengabadikan nama Mbah Banjar dan anyar sebagai suasana baru di bawah sinar petunjuk Islam.

Setelah beberapa lama beliau berdakwah di Banjaranyar, maka Raden Qosim mengembangkan daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan Pondok Pesantren yang baru di kampung Sentono. Beliau berjuang hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di belakang masjid tersebut. Kampung di mana beliau mendirikan masjid dan Pondok Pesantren itu akhirnya dinamakan pula sebagai Desa Drajat.

Sepeninggal Kanjeng Sunan Drajat, tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anak cucu beliau. Namun seiring dengan perjalanan waktu yang cukup panjang pamor Pondok Pesantren Sunan Drajat pun kiyan pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa. Saat itu hanyalah tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan pondasi bekas langgar yang tersisa. Kemaksiatan dan perjudian merajalela di sekitar wilayah Banjaranyar dan sekitarnya, bahkan areal di mana Raden Qosim mendirikan Pondok Pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi tempat pemujaan. Namun Alhamdulillah keadaan itu pun berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat oleh K.H. Abdul Ghofur yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan wali songo dalam mengagungkan syiar agama Allah di muka bumi.

Dengan berbekal ilmu kanuragan yang dimiliki K.H. Abdul Ghofur mengumpulkan para pemuda sambil mengajarkan ilmu agama, ilmu kanuragan, serta ilmu pengobatan. Jumlah santri yang semula hanya beberapa orang, menjadi puluhan dan terus berkembang secara pesat dari tahun ke tahun.

Kebangkitan Pesantren Sunan Drajat
Setelah mengalami proses kemunduran, bahkan sempat menghilang dari percaturan dunia Islam di Pulau Jawa, pada akhirnya Pondok Pesantren Sunan Drajat kembali menata diri dan menatap masa depannya dengan rasa optimis dan tekat yang kuat. Hal ini bermula dari upaya yang dilakukan oleh K.H. Abdul Ghofur yang bercita-cita untuk melenjutkan perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar.

Sepulang dari perantauan dan menimba ilmu, beliau berupaya menghidupkan kembali pesantren yang telah lama mati dengan melalui pendekatan seni. Berawal dari kegiatan latihan pencak silat yang juga diselingi siraman rohani dan pengajian ilmu diniyah, pamor Pondok Pesantren Sunan Drajat kembali bersinar dan nuansa keagamaan pun mulai mewarnai kehidupan masyarakat Banjaranyar dan sekitarnya. Dalam waktu relatif singkat Pondok Pesantren Sunan Drajat menunjukkan perkembangan yang luar biasa pesatnya.

Kini Pondok Pesantren Sunan Drajat telah memiliki berbagai pendidikan baik formal maupun nonformal, dalam berbagai jenis dan jenjang, seperti: TK Muslimat, MI, MTs, SLTPN 2 Paciran, MA, Madrasah Mu’allimin Mu’allimat, SMK NU 1, SMK NU 2, Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM), Madrasah Diniyah, dan Madrasatul Qur’an. Dengan jumlah peserta didik kurang lebih 6000 (enam ribu) orang. Semua itu tak lepas dari berbagai terobosan dan upaya yang dilakukan untuk menjadikan Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai pesantren Rahmatan Lil’Alamin.

Selanjutnya perkembangan Pondok Pesantren Sunan Drajat dapat dideskripsikan sebagai berikut:


TAHUN
KETERANGAN
1996
Sebelum kebangkitan Pondok Pesantren Sunan Drajat, di Banjaranyar telah berdiri lembaga pendidikan MI Al-Mu’awanah
1976 Madrasah Diniyah didirikan mengawali upaya dibangkitkannya Pondok Pesantren

Sunan Drajat
1977 Pondok Pesantren Sunan Drajat secara resmi didirikan pada tanggal 07 September 1977
1983 Pesantren berupaya mendirikan SMP 45, namun karena kurangnya minat pendidikan ini
hanya mampu bertahan selama 3 tahun dan selanjutnya diganti dengan MTs Al-Mu’awanah
1986 MTs Almu’awanah berdiri dengan izin Akte No. B.30008148 Tanggal 01 juli 1986
1991 MA Ma’arif 7 berdiri dengan Akte No.wm.06.04./.pp.0.3.2/001399/191 pada tgl 08 april 1991
1994 Madrasah Mu’allimin Mu’allimat berdiri dengan materi kurikulum nasional dengan ditambah
muatan lokal agama lebih banyak
1995 SMK (STM) NU-1 berdiri dengan Akte izin pendirian Nomor 1942/32. B tanggal 17 Juli 1995
1996 Madrasatul Qur’an berdiri pada tanggal 01 juli 1996 dengan kajian materi dan kurikulum
ditententukan sepenuhnya oleh pesantren
1997 Pada awal tahun tersebut, didirikanlah lembaga pendidikan SLTPN 2 Paciran berdasarkan
Surat Keputusan No.8757/104.15/PR/1997 tertanggal 11 Januari 1997 dan sekolah ini
diresmikan pada tanggal 30 Agustus 1997 oleh Mendikbud
Prof.Dr. Ing. Wardiman Joyonegoro
1997 Pada tanggal yang sama dengan pendirian SLTPN 2 Paciran, di lingkungan Yayasan
Pondok Pesantren Sunan Drajat didirikan pula sekolah kejuruan SMK NU-2 Prodi Manajemen Bisnis
2001 Pada tahun ajaran 2001/2002 telah didirikan Universitas Islam Lamongan dengan status kampus PP. Sunan drajat
2003 Didirikan Lembaga Pengembangan Bahasa Asing dengan program Bahasa Inggris dan Bahasa Arab
2003 Didirikan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) sesuai dengan kondisi geografis
Pondok Pesantren Sunan Drajat yang ada di daerah pesisir pantai utara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini